Dalam lanskap sosial Indonesia yang masih kental dengan nilai-nilai patriarkal, perempuan sering kali berada dalam posisi kurang menguntungkan dalam urusan legalitas kepemilikan aset. Salah satu isu penting yang masih kerap diabaikan adalah pencantuman nama istri dalam sertifikat tanah. Data dari Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) tahun 2023 menunjukkan bahwa dari sekitar 126 juta bidang tanah yang sudah terdaftar, hanya 30% yang mencantumkan kepemilikan atas nama suami-istri secara bersama. Ini menandakan bahwa sebagian besar perempuan belum secara resmi diakui sebagai pemilik sah atas harta tidak bergerak yang diperoleh selama pernikahan (Sumber : pastibpn.id).
Padahal, pencantuman nama istri dalam sertifikat tanah tidak hanya penting dari segi administratif, tetapi juga merupakan upaya konkret dalam melindungi hak hukum perempuan. Ketika terjadi perceraian, kematian pasangan, atau sengketa waris, status hukum istri terhadap harta bersama menjadi krusial. Artikel ini akan membahas secara mendalam pentingnya pencantuman nama istri dalam sertifikat tanah, berdasarkan landasan hukum dan realitas sosial yang terjadi di Indonesia.
Harta Bersama dalam Perspektif Hukum Indonesia
Menurut Pasal 35 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, semua harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama, kecuali telah ditentukan lain dalam perjanjian kawin. Hal ini ditegaskan pula dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) Pasal 85 yang menyebutkan bahwa harta yang diperoleh dalam perkawinan adalah milik bersama.

Namun dalam praktiknya, ketika pasangan suami istri membeli properti, sertifikat tanah sering kali hanya dicatat atas nama suami. Ini bisa terjadi karena ketidaktahuan, dominasi peran suami dalam urusan keuangan, atau bahkan saran dari pengembang dan notaris yang tidak mengedukasi pasangan mengenai hak kepemilikan bersama. Padahal, dengan mencantumkan nama kedua belah pihak, kepemilikan tersebut akan diakui secara hukum sebagai milik bersama (joint ownership).
Risiko Tidak Dicantumkannya Nama Istri
Tidak mencantumkan nama istri dalam sertifikat tanah menimbulkan beberapa risiko hukum yang nyata:
- Sulit Membuktikan Harta Bersama Saat Perceraian Dalam proses perceraian, pengadilan akan mempertimbangkan bukti kepemilikan harta bersama. Jika tanah hanya atas nama suami, maka istri harus membuktikan bahwa tanah tersebut dibeli selama masa perkawinan. Ini dapat menjadi beban pembuktian tambahan dan sering kali mempersulit proses pembagian harta gono-gini.
- Konflik Warisan Jika suami meninggal dunia dan nama istri tidak tercantum dalam sertifikat, maka tanah tersebut secara hukum akan diwariskan kepada semua ahli waris sesuai Pasal 832 KUHPerdata atau hukum waris Islam. Dalam banyak kasus, hal ini menimbulkan konflik antara istri dan keluarga besar suami.
- Tanah Bisa Dialihkan Tanpa Persetujuan Istri Ketika sertifikat hanya atas nama suami, ia bisa menjual, menghibahkan, atau menggadaikan tanah tersebut tanpa persetujuan istri. Hal ini membahayakan keamanan finansial keluarga.
Manfaat Pencantuman Nama Istri dalam Sertifikat
Pencantuman nama istri dalam sertifikat tanah memberikan kepastian hukum dan sejumlah manfaat penting:
- Pengakuan Legal atas Harta Bersama Sertifikat atas nama suami-istri menguatkan bahwa tanah tersebut diperoleh selama masa perkawinan dan menjadi milik bersama.
- Perlindungan Hukum dalam Sengketa Dalam kasus perceraian atau sengketa warisan, sertifikat bersama menjadi alat bukti yang sah dan kuat untuk menegaskan hak istri.
- Mencegah Penyalahgunaan Aset Transaksi terhadap tanah bersama memerlukan tanda tangan kedua belah pihak. Hal ini menghindarkan risiko tanah dijual atau diagunkan secara sepihak.
- Peningkatan Akses Ekonomi Perempuan Kepemilikan tanah memberikan akses yang lebih besar bagi perempuan untuk terlibat dalam kegiatan ekonomi, seperti pengajuan pinjaman usaha atau investasi.
Cara Menambahkan Nama Istri dalam Sertifikat Tanah
Jika Anda sudah memiliki sertifikat tanah atas nama suami, proses penambahan nama istri dapat dilakukan melalui mekanisme perubahan data kepemilikan harta bersama di Kantor Pertanahan setempat. Berikut prosedurnya:
- Datangi Kantor Pertanahan (BPN) sesuai lokasi tanah.
- Siapkan dokumen:
- Sertifikat tanah asli
- Fotokopi KTP suami dan istri
- Fotokopi Kartu Keluarga
- Akta Nikah
- Surat Pernyataan Harta Bersama
- Bukti pembayaran BPHTB jika diminta
- Ajukan permohonan perubahan data kepemilikan.
- Sertifikat baru akan diterbitkan atas nama suami dan istri sebagai pemilik bersama.
Prosedur ini juga dikenal sebagai “penambahan subjek hak bersama” dan mengacu pada Peraturan Kepala BPN No. 8 Tahun 2012 tentang Pendaftaran Tanah.
Statistik dan Perspektif Gender
Menurut Laporan World Bank (2022), hanya sekitar 35% perempuan di Indonesia yang memiliki properti atas nama sendiri atau sebagai pemilik bersama. Ketimpangan ini memperlemah posisi perempuan dalam pengambilan keputusan ekonomi keluarga. Tanpa legalitas, perempuan lebih rentan dalam menghadapi perubahan status perkawinan, seperti perceraian atau kematian suami.
Data dari BPS melalui Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2021 juga menunjukkan bahwa perempuan kepala rumah tangga lebih jarang memiliki properti dibandingkan laki-laki. Salah satu faktor utamanya adalah minimnya pencatatan hak milik bersama yang setara.
Dengan mencantumkan nama istri dalam sertifikat, Anda turut mendukung pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs), khususnya poin ke-5: Kesetaraan Gender. Kepemilikan aset adalah salah satu indikator penting dalam mengukur kemandirian ekonomi perempuan.
Edukasi dan Sosialisasi Masih Lemah
Minimnya edukasi hukum bagi masyarakat menjadi salah satu penyebab rendahnya pencantuman nama istri dalam sertifikat tanah. Banyak perempuan tidak mengetahui bahwa mereka memiliki hak atas tanah yang dibeli selama masa perkawinan. Bahkan, beberapa notaris atau PPAT tidak memberikan penjelasan memadai mengenai hak kepemilikan bersama.
Untuk itu, Anda perlu lebih aktif mencari informasi dan berkonsultasi dengan pejabat terkait. Beberapa LSM dan komunitas hukum, seperti LBH APIK dan Komnas Perempuan, juga menyediakan layanan konsultasi hukum gratis bagi perempuan yang mengalami ketidakadilan hukum.
Pencantuman nama istri dalam sertifikat tanah adalah langkah sederhana namun berdampak besar dalam melindungi hak hukum perempuan. Ini bukan hanya soal perlindungan saat terjadi konflik, tetapi juga bagian dari pengakuan atas kontribusi istri dalam membangun aset rumah tangga.
Dengan kepemilikan bersama, perempuan memiliki posisi yang lebih kuat dalam mengambil keputusan ekonomi, mewariskan aset kepada anak, dan memastikan masa depan yang aman. Jika Anda memiliki tanah atau properti yang diperoleh selama perkawinan, pertimbangkan segera untuk mencantumkan nama istri dalam sertifikatnya.
Langkah ini akan memberikan rasa aman, keadilan, dan penguatan peran perempuan dalam keluarga maupun masyarakat.